Pertama, Boleh Apabila Ada Kerelaan Istri
Pendapat yang berdasarkan dari Imam ahmad berdasarkan sebuah Hadits dari Umair yang diriwayatkan Ibnu Majah Dari ‘Umar ibn al-Khattab berkata: “Nabi melarang perbuatan ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali seizinnya”. (HR Ibnu Maajah Vol 1 Hal 620)
Perlunya kerelaan dari pihak istri ini dikarenakan istri memiliki Hak atas anak sehingga dengan tindakan Azl akan menghilangkan haknya namun apabila istri memberikan memberikan izin hukumnya tidak makruh.
Kedua, boleh dilakukan berdasarkan pendapat Syafi’iyyah dengan berdasarkan hadits Shahih yang diriwayatkan dari Jabir Ra
Hadits riwayat Jabir Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
“Kami tetap melakukan ‘azal di saat Alquran masih turun. Ishaq menambahkan: Sufyan berkata: Kalau ada sesuatu yang terlarang pasti Alquran telah melarang hal tersebut. (Shahih Muslim No.1440-136)
“Kami melakukan ‘azl pada masa Nabi SAW. Kabar tersebut sampai kepada beliau, tetapi beliau tidak melarangnya”. (HR Muslim)
Disisi lain, menurut An-Nawawy (Ulama’ Syafiiyyah) dalam Syarh Muslim disebutkan coitus interuptus demi menghindari kehamilan hukumnya makruh.
Tetapi langkah itu baik dilakukan dan boleh jika ada kerelaan pihak istri atau asal cara itu dilakukan tidak dengan niat memutus keturunan.
Ketiga, Haram
Pendapat ini dilansir oleh kalangan Dhohiriyyah dengan tendensi hadits yang diriwayatkan dari Judzamah Ra “Sesungguhnya para shahabat bertanya tentang Azl, Nabi menjawab hal itu adalah pembunuhan anak dengan samar” (HR. Muslim)
Terakhir,Boleh
Boleh dilakukan berdasarkan pendapat Syafi’iyyah dengan berdasarkan hadits Shahih yang diriwayatkan dari Jabir Ra
Hadits riwayat Jabir Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
“Kami tetap melakukan ‘azal di saat Alquran masih turun. Ishaq menambahkan: Sufyan berkata: Kalau ada sesuatu yang terlarang pasti Alquran telah melarang hal tersebut. (Shahih Muslim No.1440-136)
“Kami melakukan ‘azl pada masa Nabi SAW. Kabar tersebut sampai kepada beliau, tetapi beliau tidak melarangnya”. (HR Muslim)
Disisi lain, menurut An-Nawawy (Ulama’ Syafiiyyah) dalam Syarh Muslim disebutkan coitus interuptus demi menghindari kehamilan hukumnya makruh.
Tetapi langkah itu baik dilakukan dan boleh jika ada kerelaan pihak istri atau asal cara itu dilakukan tidak dengan niat memutus keturunan.